Saat ini, kita sering menemui
perbedaan pendapat tentang bacaan Al-Quran makmum di belakang imam. Ada yang
menyatakan bahwa makmum tetap membaca al-Fatihah walau imam sudah membacanya,
dan ada yang menyatakan bahwa bacaan imam sudah mencukupi menggantikannya. Lalu,
bagaimanakah Nabi saw. mengajarkan tentang hal ini?
Pada dasarnya, shalat tidak
sah tanpa membaca surat al-Fatihah pada setiap rekaat dalam shalat fardhu dan
shalat sunnah, sebagaimana dijelaskan dalam pembahasan sebelumnya. Walaupun
demikian kewajiban membaca surah al-Fatihah gugur dari makmum. Ia diwajibkan
berdiam dan mendengarkan bacaan imam dalam shalah jahriyyah (shalat yang bacaannya dikeraskan). Hal ini berdasarkan
firman Allah swt.,
“Dan apabila dibacakan Al-Qur’an, maka dengarkanlah dan diamlah...” (QS. Al-A’raf [7]: 204). Juga berdasarkan
hadits nabi Muhammad saw., “Apabila imam
telah mengucapkan takbir, bertakbirlah. Apabila imam membaca Al-Qur’an, diamlah
(untuk mendengarkan bacaannya).” (HR. Muslim, Ibnu Majah).
Hadits di atas dinilai shahih
oleh Muslim. Hal ini sesuai dengan hadits Rasulullah saw., ‘Man kaa nalahu imaamun, faqaraa atul imaami
lahuqiraa atun’ artinya, “Barang
siapa yang bermakmum di belakang imam maka bacaan imam merupakan bacaannya
juga.” (HR. Ibnu Majah). Namun hadits yang terakhir ini, dari Jabir
disebutkan bahwa sanad hadits ini ada jabir al-Ja’fi, ia adalah seorang
pembohong.
Maksud yang lebih jelasnya,
bacaan imam dan makmum adalah sama ketika shalah jahriyyah. Di dalam shalat sirriyah
(pembacaannya pelan), makmum tetap diwajibkan membaca (surah al-Fatihah)
sebagaimana ia diwajibkan membacanya dalam shalat jahriyyah jika ia tidak dapat mendengar bacaan imam.
Abu Bakar Ibnu Arabi berkata,
“Pendapat yang kita unggulkan adalah (makmum) diwajibkan membaca (al-Fatihah)
dalam shalat sirriyah berdasarkan
keumuman hadits (yaitu al-Fatihah wajib dalam shalat). Adapun dalam shalat jahriyyah (seorang makmum) tidak
diwajibkan membacanya karena tiga hal;
pertama, tidak membaca (al-Fatihah) dibelakang imam, karena ini merupakan
perbuatan penduduk Madinah. Kedua,
hal itu telah ditetapkan dalam Al-Qur’an. Allah swt. Berfirman, “Dan apabila dibacakan Al-Qur’an, maka
dengarkanlah dan diamlah...” (QS. Al-A’raf [7]: 204) Ketetapan Al-Qur’an
ini diperkuat oleh dua hadits Nabi saw. Hadits pertama, riwayat Imran bin
Hushain bahwa Nabi saw. bersabda, “Aku
tahu (ada makmum yang membaca sabbihisma rabbikal a’a di belakang Nabi) bahwa
ada seseorang dari kalian yang mengacaukan bacaanku.” (HR. Muslim dan
Ahmad). Hadits yang kedua adalah sabda beliau, “Apabila (imam) membaca Al-Qur’an, diamlah kalian.”
Ketiga, seorang
makmum tidak dapat membaca al-Fatihah di belakang imam. (jika dapat), kapan ia membacanya? Jika dikatakan bahwa ia
membacanya pada saat imam berdiam sebentar (setelah membaca surah al-Fatihah),
kami menjawab bahwa diam itu tidak diharuskan bagi imam.
Bagaimana mungkin sesuatu yang
fardhu (membaca surah al-Fatihah) digabungkan dengan sesuatu yang tidak fardhu
(berdiam)? Terlebih lagi, kami telah menemukan cara membaca yang tepat (bagi
makmum) yaitu membaca dengan hati melalui tadabbur
(memahami kandungan Al-Qur’an) dan tafakkur
(memikirkan kandungannya). Hal ini merupakan aturan Al-Qur’an dan hadits. Juga
merupakan hal dapat kita lakukan untuk menjaga (kekhusyuan) ibadah. Ini pun
merupakan salah satu bentuk perhatian kita terhadap tuntunan sunnah Nabi saw.
dan pengamalan terhadap pendapat yang unggul.” Demikianlah kata-kata Ibnu
Arabi.
Pendapat tersebut juga dipilih
oleh Zuhri dan Ibnu Mubarak. Ini pun merupakan pendapat Imam Malik dan Ishak.
Juga didukung oleh Ibnu Taimiyah.
Not Comments Yet "Bagaimana Bacaan Al Fatihah Makmum saat Shalat Berjamaah?"
Post a Comment