Rasulullah saw. bersabda, “Setiap amal pasti disertai niat. Setiap orang mendapatkan pahala sesuai dengan niatnya. Siapa yang berhijrah (dengan niat) menuju (keridhaan) Allah dan (menaati perintah) Rasul-Nya maka ia benar-benar telah berhijrah menuju Allah dan Rasul-Nya. Siapa yang berhijrah (dengan niat) mencari keuntungan duniawi atau (dengan niat) mencari seorang wanita yang hendak dinikahinya maka ia telah berhijrah mencari yang ditujunya itu.” (HR. Bukhari).
Mensuarakan niat, seperti yang banyak kita temui dalam masyarakat kita, semisal ucapan, “Nawaytu... dan seterusnya” banyak kita temukan dalam masyarakat kita. Ada yang berpendapat bahwa niat yang disuarakan menambah keyakinan serta kemantapan dalam melaksanakan shalat.
Terkait hal niat yang disuarakan, Ibnu Qayyim al-Jauziyyah rahimallah berkata dalam bukunya, Igatsatul Lahfan, “Niat adalah bermaksud melakukan sesuatu. Tempat niat adalah hati. Pada dasarnya, niat tidak berkaitan dengan lisan. Karena itu, tidak ada lafadz niat yang diriwayatkan dari Nabi Muhammad saw. atau dari para sahabatnya. Lafadz- lafadz niat yang dibuat untuk dibaca (dalam bahasa arab) pada pembukaan bersuci dan shalat merupakan senjata setan untuk mengganggu orang-orang yang berpenyakit was-was.”
Kenapa demikian? Beliau menjelaskan lebih lanjut; “Setan menahan dan menyiksa mereka – orang yang hendak shalat – dengan lafadz- lafadz niat yang mereka ucapkan. Setan juga membuat mereka selalu memperbaiki lafadz- lafadz niat yang mereka ucapkan itu. Anda dapat menyaksikan seseorang dengan susah payah mengulangi lafadz- lafadz itu berkali-kali, padahal lafadz- lafadz niat itu bukan bagian dari shalat.”
Begitulah penjelasan Ibnu Qayyim tentang orang yang memulai shalatnya dengan niat lafadz- lafadz. Bahkan, di antara mereka mengatakan bahwa niat adalah wajib dalam shalat (dan itu benar), yang mengherankan mereka menganggap bahwa niat yang wajib itu adalah melafadzkan niat dalam lisannya, serta hatinya membenarkan. Dan inilah kekurangtepatan dalam masalah niat ini.
Benar kata Ibnu Qayyim, Begitu sering kita melihat orang mengulangi takbirnya karena keliru mengucapkan lafadz- lafadz niatnya, sehingga berkali-kali dia merasa batal shalatnya, lalu niat kembali. Hingga tanpa terasa, dia telah tertinggal lama dari imam yang sudah jauh melaksanakan shalat hingga al-Fatihah-nya hampir selesai. Sesungguhnya, kita berwudhu sudah merupakan persiapan dari niat akan shalat, kita berangkat ke masjid juga bagian dari niat shalat yang hendak dikerjakan. Maka, yang menjadi wajibnya shalat yaitu niat, adalah kemantapan dalam hati. Wallahua’lam bishawab.
Cool Other Article's:
Not Comments Yet "Niat Dalam Shalat, Dibaca atau Di Hati Saja?"
Post a Comment