Saturday, 2 May 2020

Tata Cara Rukuk dalam Shalat dan Bacaannya

Tata Cara Rukuk dalam Shalat dan Bacaannya
Gerakan rukuk adalah gerakan setelah takbir dari berdiri, yaitu dengan membungkukkan tubuh dengan kedua tangan berpegang pada kedua lutut. Kita disunnahkan menyejajarkan kepala dengan (maaf) bokong, bertumpu dengan kedua tangan di atas kedua lutut, menjauhkan kedua tangannya dari kedua lambung karena terlihat seperti orang malas ketika merekatkan tangan ke badan. Membentangkan jari-jari tangan di atas lutut dan sebagian betis, serta meluruskan punggungnya.

Diriwayatkan bahwa Uqbah bin ‘Amir melakukan rukuk, ia menjauhkan kedua tangannya (dari kedua lambungnya), memegang kedua lututnya dengan kedua tangannya, dan membentangkan jari-jari tangannya di atas lutut, lalu ia berkata, “Beginilah aku melihat Rasulullah saw. mengerjakan shalat.” (HR. Abu Dawud).

Abu Humaid juga meriwayatkan bahwa apabila nabi saw. melakukan rukuk, beliau tidak (terlalu) menundukkan kepalanya ke arah bawah, juga tidak mengangkat kepalanya ke atas (tetapi wajah dan kepala lurus menghadap tempat sujud). Beliau meletakkan kedua (telapak) tangannya di atas kedua lututnya dan memegang kedua lututnya itu dengan kedua telapak tangannya.” (HR. Nasa’i dan Tirmidzi).

Tentang membaca dzikir di dalam rukuk, kita disunnahkan membaca dzikir dengan lafadz subhaana rabbiyal ‘adzhim. ‘Uqbah bin ‘Amir berkata, “Ketika Allah menurunkan ayat fa sabbih bismirabbikal ‘adzim (bertasbihlah dengan menyucikan nama Tuhanmu yang mahaagung), Rasulullah saw. bersabda kepada kami, “Ij’aluu haa fii rukuu ‘ikum” artinya, ‘Amalkanlah ayat ini dalam rukuk kalian.’ (HR. Abu Dawud dan Ibnu Majah).

Hudzaifah berkata, “Aku mengerjakan shalat dengan bermakmum kepada Rasulullah saw. di dalam rukuknya, beliau mengucapkan subhaana rabbiyal ‘adzhim.” (HR. Muslim). Lafadz rukuk yang berbunyi, “subhaana rabbiyal ‘adzhim wa bi hamdih” telah diriwayatkan melalui banyak jalur yang semuanya adalah dha’if (lemah). Akan tetapi, Syaukani mengatakan bahwa beberapa jalur itu saling menguatkan.

Kita sah (dibolehkan) dalam rukuk membaca tasbih. Kita juga dibolehkan menambahkan bacaaan tasbih dengan dzikir-dzikir berikut ini, sebagaimana juga pernah dilakukan Nabi saw.;
Ali meriwayatkan bahwa ketika Nabi saw. rukuk, beliau mengucapkan, “Allahumma laka raka’tu, wa bika aamantu, wa laka aslamtu. Anta rabbi, khasyi’a sam’i wa bashari wa mukhkhi wa ‘azhmi qadami lillahi rabbil ‘alamin (Ya Allah, hanya untuk-Mu aku rukuk, hanya kepada-Mu aku beriman, dan hanya kepada-Mu aku berserah diri. Telingaku, mataku, otakku, tulangku, uratku, dan semua bagianku yang bertumpu pada kakiku tunduk kepada Allah, tuhan semesta alam). (HR. Muslim).

Aisyah ra. Meriwayatkan ketika rukuk dan sujud, Rasulullah saw mengucapkan, “Subbuuhun qudduusun, rabbul malaa ikati war ruuh (Engkau [ya Allah], Mahasuci. Engkau adalah Tuhan para malaikat dan Ruh (Jibril).” (HR. Muslim dan Ahmad).

‘Auf bin Malik al-Asyja’i berkata, “Pada suatu malam, aku mengerjakan shalat bersama Nabi saw. Beliau membaca surah al-Baqarah.” (di akhir hadits ini) ia berkata, “Dalam rukuknya, beliau mengucapkan, “Subhaa na dzil jabaruu ti, wal malakuu ti, wal kibriyaa i, wal ‘azhamati (Mahasuci Allah yang memiliki segala kekuasaan, segala kerajaan, segala kebesaran, dan segala keagungan).” (HR. Abu Dawud, Nasa’i).

Aisyah ra. Berkata, “Dalam rukuk dan sujudnya, Rasulullah saw. sering mengucapkan, “Subhaa nakallaa humma rabbanaa wa bihamdi kallaahummagh firlii (Mahasuci Engkau, ya Allah Tuhan kami, kami memuji-Mu. Ya Allah, ampunilah dosaku).” (HR. Bukhari dan Muslim).

Meletakkan Tangan setelah Takbiratul Ihram, Di dada atau di Pusar yang Benar?


Meletakkan Tangan setelah Takbiratul Ihram, Di dada atau di Pusar yang Benar?
Ketika melakukan shalat kita disunnahkan meletakkan tangan yang kanan di atas tangan yang kiri. Ada dua puluh hadits yang menjelaskan tentang hal ini yang diriwayatkan oleh delapan belas orang sahabat dan dua tabi’in dari nabi saw. Sahal bin Sa’ad berkata, “Kaum muslimin diperintahkan (oleh Nabi saw.) agar meletakkan tangan kanannya di atas lengan kirinya di dalam shalat.”

Jabir berkata, “Rasulullah saw. lewat di hadapan seseorang yang sedang mengerjakan shalat. Orang itu meletakkan tangan kirinya di atas tangan kanannya. Rasulullah saw. lalu mengubah posisi tangan orang itu; beliau meletakkan tangan kanannya di atas tangan kirinya.” (HR. Daruquthni).

Meletakkan Tangan setelah Takbiratul Ihram, Di dada atau di Pusar yang Benar?
Rasulullah saw. juga bersabda, “Kami, para nabi, diperintahkan untuk menyegerakan berbuka puasa, mengakhirkan sahur, dan meletakkan tangan kanan kami di atas tangan kiri ketika mengerjakan shalat.” (HR. Daruquthni).

Ibnu Abdul Barr berkata, “Tidak ada perselisihan dalam hal (meletakkan tangan kanan di atas tangan kiri) ini. Ini adalah pendapat mayoritas sahabat dan tabi’in. Pendapat ini juga disebutkan oleh Imam Malik dalam Muwaththa’. (dalam shalatnya) Malik senantiasa meletak-kan tangan kanan di atas tangan kiri hingga ia bertemu dengan Allah ‘Azza wa Jalla.
Lalu, dimana meletakkan kedua tangan tersebut? Mengingat banyak orang yang meletakkannya di pusar, di pinggang atau di dadanya.

Kamal ibnu Hammam berkata, “Tidak ada hadits shahih harus kita amalkan  yang menjelaskan bahwa hendaknya kita meletakkan kedua tangan di bawah dada atau di bawah pusar. Pendapat yang telah dikenal dari kalangan penganut madzhab Hanafi adalah meletakkan kedua tangan di bawah pusar, sedangkan menurut penganur madzhab Syafi’i adalah meletakkannya di bawah dada.

Ada dua pendapat yang diriwayatkan dari Imam Ahmad; yang pertama senada penganut madzhab Hanafi, sedangkan yang kedua senada dengan pendapat penganut madzhab Syafi’i. Dan setelah dilakukan penelitian (di-tahqiq), jelaslah bahwa keduanya sama-sama benar.
Meletakkan Tangan setelah Takbiratul Ihram, Di dada atau di Pusar yang Benar?

Tirmidzi berkata, “Sesungguhnya, ulama dari kalangan sahabat Nabi saw., tabi’in, dan ulama setelah mereka berpendapat bahwa hendaknya seseorang meletakkan tangan kanannya di atas tangan kirinya di dalam shalat (hal ini yang diwajibkan). Sebagian mereka berpendapat bahwa hendaknya ia meletakkan kedua tangannya di atas pusar. Sebagian yang lain berpendapat bahwa hendaknya ia meletakkannya di bawah pusar. Dalam hal ini, mereka bersifat fleksibel.”

Ada beberapa riwayat yang lain menjelaskan Rasulullah saw., meletakkan tangan kanannya di atas tangan kirinya berada di atas dadanya. Hulb ath-Tha’i berkata, “Aku melihat Nabi saw. meletakkan tangan kanannya di atas (pergelangan) tangan kirinya, di atas dadanya.” (HR. Tirmidzi). Wa’il bin Hajar berkata, “Aku mengerjakan shalat bersama nabi saw.; beliau meletakkan tangan kanannya di atas tangan kirinya, di atas dadanya.” (HR. Ibnu Khuzaimah).

Hadits tersebut juga diriwayatkan oleh Abu Dawud dan Nasa’i dengan redaksi, “Beliau kemudian meletakkan tangan kanannya di bagian atas telapak tangan kirinya, (pernah juga) di atas pergelangan tangan kirinya, (pernah juga) di atas lengan kirinya.”

Pendapat terakhir inilah yang memiliki landasan paling kuat, yaitu di atas dadanya. Batasan dada adalah di bawah leher, hingga di atas bagian pusar. Maka, kita disunnahkan melakukannya saat shalat, tidak berlebihan dan tidak memudahkan. Karena, kadang ada yang melakukannya di lehernya sehingga serasa menyulitkan napas. Ibadah sesungguhnya memiliki inti memudahkan kehidupan hamba Allah, dan bukan menyulitkannya. Wallahua’lam bishawab.